Pages

Senin, 07 April 2014

Pemuda Dalam Bingkai Politik



Tahun 2014 di Indonesia disebut sebagai tahun politik, dimana pada tahun ini secara serentak akan diselenggarakannya pemilu. Banyak Tokoh bermunculan di Media. Dipinggir jalan pepohonan penuh dengan gambar tebar pesona. Para calon Wakil rakyat mencoba menyapa masyarakat dengan senyum ‘mesra’ seakan sudah akrab.
Para aparatur negara dari tingkat PNS paling rendah hingga Pejabat Eksalon, dari Lurah hingga Presiden pada sibuk Cuti hanya untuk berkampanye. Dengan alasan mempunyai tanggung jawab untuk membesarkan partai karena merasa dibesarkan partai, mereka malah mengabaikan tugas kenegaraannya sebagai Pelayan Rakyat.
Keadaan ini diperparah dengan tidak adanya pendidikan politik yang jelas terhadap masyarakat. Mereka (masyarakat) diperkenalkan kepada Calon wakilnya menggunakan cara semau gue, bahkan Politik Uang menjadi begitu ‘Cantik’ dalam Roda Politik saat ini. Para calon seakan begitu ‘memukau’ karena Uang. Lalu, apa yang bisa diharapkan dengan Pesta Demokrasi?
Masyarakat sudah mengalami masa kejenuhan akan yang namanya ‘Politik’. Setelah era Reformasi, semakin lama semakin tidak percaya akan hasil Demokrasi. Sebab, produk demokrasi yang diharapkan dapat menjadi harapan terhadap kesejahteraan mereka dari ‘ganasnya’ Pemerintah Orde baru, malah justru tidak jelas, sehingga suara mereka harus dibeli.
Solusi yang mungkin saja sudah tidak asing lagi adalah ‘pendidikan politik’ yang baik kepada masyarakat. jika masyarakat sudah ‘tuli’ terhadap politik, perlu kiranya para Pemuda Indonesia khususnya Mahasiswa yang dibekali dengan Pendidikan Politik. Karena saat ini, para pemuda justru rawan masuk dalam ‘jebakan’ para pemilik ‘kepentingan’. Kita lihat saja fenomena kampus yang ada di Indonesia, para mahasiswa diajarkan politik yang jauh dari kata santun. Mereka dikotak-kotakan dengan adanya Organisasi extra kampus, bahkan sampai dibuat fanatik terhadap Organisasinya masing-masing. Puncaknya, saat Pemilu kampus, diajarkan politik Transaksional. Mahasiswa yang masih Baru akan dijadikan ‘mesin’ penarik massa, bahkan ada pula yang diajarkan menjadi ‘Makelar’ Politik.
Dalam dunia akademisi saja kita sudah ‘kecolongan’ dengan sistem perpolitikan yang ada saat ini. Bagaimana dengan masyarakat awam? Sedangkan masyarakat tak kalah besar kepada para pemuda untuk bisa menciptakan perubahan dari pada harapan ‘Produk Demokrasi”. Karenanya, kita para ‘orang-orang sadar’ perlu kiranya membuat sebuah Ide baru sebagai bentuk ‘pencerahan’.