Pages

Rabu, 29 Mei 2013

Menuju Republik Indonesia

Judul              : Naar de Republik Indonesia
Penulis            : Tan Malaka
            Tan malaka menulis brosur  Naar de Republik Indonesia (Menuju Republik Indonesia) salam bahasa belanda di Canton pada 1924. Naskah ini kemudian diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Ratusan jilid buku tersebut dioselundupkan keHindia Belanda dan diterima oleh para tokoh pergerakan, termasuk soekarno.
            Buku itu membuktikan bahwa Tan Malaka adalah pencetus gagasan Indonesia merdeka jauh sebelum Proklamasi 17 Agustus 1945. Dengan buku Naar de Republik Indonesia maka untuk pertamakalinya konsep “Republik Indonesia” dicanangkan, muncul Sembilan tahun jauh sebelum Soekarno menulis Menuju Indonesia Merdeka (1933), dan sebelum Moh. Hatta menulis Indonesia Vriji (1928).
            Lewat Risalah ini dia sudah membentangkan betapa pentingnya persatuan dan betapa berbahayanya perpecahan. “Ini harus dicegah. Akan tetapi tidak hanya dengan cara memberikan hotbah tentang hikmah – hikmah yang kosong. Hanya satu program yang benar – benar ingin memajukan kepentingan program materil dari seluruh rakyat dan dilaksanakan secara jujur, yang dapat membentuk solidaritas nasional, suatu solidaritas yang tidak hanya menggulingkan imperialisme, tetapi juga dapat menjatuhkan segala gangguan untuk selama – lamanya.”
            Tan Malaka bahkan mencanangkan kemerdekaan Indonesia dan dibentuk Negara Republik Indonesia. Dia juga memperkirakan kemungkinan terjadinya perang pasifik yang tentu saja mengakibatkan kelemahan dipihak jepang dan Indonesia bias lepas dari Jepang. Sejak menulis Naar de Republik Indonesia, Tan tegas mengatakan bahwa eks Hindia Belanda harus menjadi Republik Indonesia. Namun republik dalam gagaasannya tak menganut trias politika ala Montesquieu. Republic versi Tan Malaka adalah sebuah Negara efisien dan dikelola oleh sebuah organisasi. Dia memang tak percaya pada parlemen.
            Bagi Tan Malaka, pembagian kekuasaan yang terdiri dari atas eksekutif, legislatif, dan parlemen hanya akan menghasilkan kerusakan. Pemisah antara orang yang membuat undang – undang dan menjalankan aturan menimbulkan kesenjangan antara aturan dan realitas. Pelaksa di lapangan (Eksekutif) adalah pihak yang langsung berhadapan dengan persoalan yang sesungguhnya. Eksekutif selalu dibuat sepot menjalankan tugas ketika aturan dibuat oleh orang-orang yang hanya melihat persoalan dari jauh (Parlemen).
            Demokrasi dengan sistem parlemen melakukan ritual pemilihan sekali dalam empat, lima, atau enam tahun. Dalam kurun waktu demikian lama, mereka sudah menjelma menjadi kelompok sendiri yang berpisah dari masyarakat. Sedangkan kebutuhan dan pikiran rakyat berubah – ubah. Karena para anggota parlemen itu tak bercampur-baur lagi dengan masyarakat, seharusnya tak berhjak lagi disebut dengan wakil rakyat. Konsekuensinya adalah parlemen memiliki kemungkinan sangat besar menghasilkan kebijakan yang hanya menguntungkan golongan yang memliki modal, jauh dari kepentingan mesyarakat yang mereka wakili.
            Menurut Tan Malaka, parlemen, dengan sendirinya akan tergoda untuk berselingkuh dengan eksekutif, perusahan, dan perbankan. Akhirnya, parlemen di mata Tan Malaka tak lebih dari sekedar tempat orang-orang adu kuat mengobrol. Mereka adalah para jago berbicara dan berbual, bahkan kalau perlu sampai urat leher menonjol keluar.
            Tan Malaka menyebut anggota parlemen sebagai golongan tak berguna yang harus diongsi Negara dengan biaya tinggi. Singkatnya, keberadaan parlemen dalam buku yang diimpikan Tan tak boleh ada. Buku Soviet atau Parlemen dengan tegas memperlihatkan pendirian Tan. Sampai usia kematangan berfikirnya. Tan tak banyak berubah, kecuali dalam soal ketundukan kepada komintern Moskow. Karena pendiriannya ini pula dia sangat keras menentang Maklumat Wakil Presiden Nomer X pada 1945 tentang pendirian Partai – partai karena Partai – partai pasti bermuara ke parlemen.
            Sederhanya, Negara dalam mimpi Tan Malaka dikelola oleh sebuah organisasi tunggal. Dalam tubuh organisasi itulah terbagi kewenangan sebagai pelaksana, sebagai pemeriksa, atau penawas, dan sebagai peradilan.

Sabtu, 18 Mei 2013

"Tongket" Kebudayaan Demokrasi Desa di Madura

Pesta Demokrasi rakyat Desa atau Pilkades serentak dilaksanakan di kabupaten sumenep dimulai sejak bulan mei. Pada tanggal 15/05/2013 di desa saya juga melaksanakan pilkades. semua orang menginginkan untuk desa saya yaitu "Perubahan".

Namun, dalam pesta demokrasi itu ada hal negatif yang sudah membudaya di desa saya, bahkan mungkin diseluruh kawasan madura. yaitu Money politik. bahkan hal itu sudah mempunyai istilah - istilah tersendiri untuk menyogok masyarakat untuk memilih, seperti "Tongket" (bahasa madura yang berarti Tongkat) menjadi sebuag pelesetan dari "tong saeket" atau yang berarti Rp.150.000 untuk harga per-kepala/suara.

Money Politik yang terjadi dimasyarakat saya memang sudah terjadi cukup lama, namun tidak ada pihak yang dengan tegas untuk menindak lanjuti hal tersebut. Bahkan istilah - istilah yang digunakan oleh tim sukses (Tongket) kepada masyarakat saya mengetahui dari aparat kepolisian sendiri yang menjaga di daerah saya yang tidak bisa disebutkan namanya. Dia malah dengan santai menanyakan praktek politik uang kepada saya. lalu ketika ditanya adakah tindakan terhadap pelaku itu? dia malah memberikan jawaban yang sungguh menggelikan bagi saya. "Itu boleh dek dilakukan" jawabnya. ketika mendengar jawaban itu saya tidak melanjutkan pembicaraan, karena saya yakin hanya akan semakin ngawur.

Dengan adanya kebudayaan politik uang yang terjadi di daerah saya bahkan secara menyeluruh dimasyarakat madura, maka akan membuat biaya pencalonan untuk kepala desa menjadi mahal. Pada waktu malam pemilihan, dan saya ditugaskan untuk menjaga daerah saya dari "Penyusup Uang", saya melakukan hitung - hitungan mengenai biaya untuk seorang Cakades. Dari hitung - hitungan itu biaya minimal 450 juta rupiah. Angka itu dihitung mulai dari biaya pendaftaran minimal 40 jutaan, biaya sosialisasi yang mana kalau di madura 1 tahun sebelumnya sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat, lalu biaya sogok untuk tiap hak suara minimal 100 ribu X 1600 hak suara, dan biaya lain - lain. hitungan itu saya ambil dari daerah saya sendiri Daleman, Ganding, Sumenep.

Mahalnya biaya untuk menjadi seorang kepala Desa membuat masyarakat kecil yang bisa untuk menjalankan tugas dengan sebenarnya menjadi enggan. Dan bagi yang mencalonkan diri harus selingkuh dengan orang - orang yang saya anggap tidak akan pro kepada rakyat, seperti halnya Bajingan desa (Pencuri Desa, dan yang memegang kendali keamanan desa), pengusaha desa (tembakau) Dll. Bajingan Desa menjadi tim dalam mensosialisasikan kepada masyarakat, karena keamanan masyarakat sangat bergantung kepada mereka. dan pengusaha tembakau menjadi tim sukses karena modalnya. Hal ini membuat masyarakat terjepit dalam memilih, karena mereka tetap akan memilih kepada orang - orang yang tidak kompeten bahkan membahayakan kepada desa. Bahkan para tokoh masyarakat tidak mampu bertindak apa -apa mengenai hal tersebut. tidak ada upaya untuk mensosialisasikan mengenai cara masyarakat mimilih secara dewas, dan bagaimana mereka memilih pemimpin tidak baik. Mereka menjadi tunduk terhadap kekuasaan pengusaha dan bajingan.

Mungkin pembaca ada yang bertanya apa dampak ketika "Cakades" selingkuh dengan mereka (Pengusaha, bajingan). Dan mungkin juga ada yang sudah mengerti apa maksud dari tulisan ini. Namun, saya akan mencoba menjelaskan bagaimana hasil pemikiran saya mengenai dampak Perselingkuhan tersebut diatas.

Pertama: sudah menjadi Tradisi bahwa masyarakat di Madura bertani, khususnya bertani tembakau. dan disini, para pengusaha biasanya akan menggunakan pengaruh dari Kepala Desa untuk membeli tembakau. dan bahkan sudah hal biasa apabila seorang kepala desa menjadi pengusaha tembakau. dari hal ini, dengan pengaruh seorang kepala desa bisa membuat harga tembakau bermain. padahal jika melihat langsung ke Gudang resmi yang menjadi pembeli tidak demikian. dan dengan pengaruh seorang kepala desa atau bahasa maduranya "Klebun", ketika transaksi pembayaran kepada masyarakat bisa dipending. Dalam hal ini biasanya para pembeli berdalih Uang dari Gudang belum turun. Bahkan tidak jarang uang masyarakat yang menjual tembakaunya kepada mereka tidak dibayarkan berbulan - bulan bakan bartahun - tahun. memang tidak semua pembeli selingkuh dengan Kades, namun tidak sedikit peristiwa seperti diatas terjadi.

Kedua: dengan mahalnya biaya untuk menjadi Kades, sangat berpotensi untuk korupsi. hal itu terbukti dengan maraknya bantuan kepada masyarakat yang tidak tersampaikan. Seperti halnya bantuan beras untuk masyarakat miskin (Raskin), mandegnya pembangunan untuk desa dan bantuan - bantuan yang lain. Alasannya sederhana kenapa hal ini terjadi. Dampak dari mahalnya biaya menjadi Kades, tidak menutup kemungkinan kalau setelah menjadi kades banyak hutang. mengingat penghasilan yang murni dari kepala desa sangat tidak mungkin untuk menutupi hutang - hutangnya. dan pilihannya satu, korupsi, dan korupsi. baru bisa selesai.

Ketiga: bajingan adalah kunci dari keamanan masyarakat madura. dan budaya masyarakat madura ketika kehilangan seperti kendaraan dan ternak, maka mereka mengadukan kepada Kades. dan juga menjadi biasa para bajingan meminta tebusan melalui kades yang menaungi mereka, agar yang hilang bisa kembali. anehnya seorang kepala desa malah mengiakan permintaan dari bajingan itu, bukannya melaporkan kepada pihak yang berwajib. dan biasanya agar daerah itu aman, seorang bajingan yang paling berpengaruh akan mendapatkan posisi penting di stuktur aparat desa.

Dengan kedaan ini sudah saatnya masyarakat bangun dari tidur penjangnya. dan bagi kita yang paham keadaan ini, secepatnya melakukan pembenahan dan pendewasaan kepada masyarakat, terutama kepada semua tokoh yang disegani dimasyarakat.


Memang bukan perkara yang mudah untuk melaksanakan proyek panjang ini. perlu adanya inisiatif yang kuat untuk menciptakan pendewasaan kepada masyarakat. namun, apabila sosialisasi ini sudah dilaksanakan, maka sangatlah mungkin masyarakat kita akan menjadi masyarakat yang dewasa. Dan apabila masyarakat sudah dewasa, cita - cita untuk menciptakan masyarakat madani tidak akan hanya ada dalam pelajaran PPKN. akan tetapi akan taraplikasi kepada masyarakat kita.

Senin, 13 Mei 2013

PERLU ADANYA PERATURAN "SAMPAH"

             Dewasa ini begitu banyak peningkatan volume sampah yang tidak hanya dikota – kota besar, Kota – kota kecilpun mengalami hal yang sama. Sampah menjadi masalah serius yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Penyakit – penyakit ringan hingga penyakit yang mematikan timbul disebabkan oleh sampah. Bahkan tidak sedikit becana alam yang ditimbulkan akibat dari peningkatan sampah yang belum teratasi. Hal ini akan berkelanjutan sampai kapan? Sebuah pertanyaan yang belum terjawab.
            Problemnya terletak pada kesadaran masyarakat. Sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah sendiri hingga lembaga – lembaga yang menaungi para aktivis lingkungan tak mampu membuat masyarakat sadar. Masyarakat sudah terlalu meng"entengkan" terhadap bahaya dari sampah.
            Dengan keadaan yang sudah semakin memperihatinkan ini, sudah sepantasnya pemerintah membuat "perturan khusus" untuk mengatasi masalah sampah ini. Serta memberikan tindakan yang tegas terhadap pelaku yang mengentengkan sampah. Karena yang ditimbulkan bukan hanya membahayakan pada dirinya, akan tetapi berdampak pada banyak hal.
            Sedikit mencontek terhadap negara – negara yang tegas dalam menangani sampah, seperti seingapura yang menindak tegas dan aturannya jelas terhadap orang yang membuang sampah sembarang. Ataupun juga di italia yang membatasi penggunaan plastic.
            Perlu adanya sosialisasi yang lebih intens, dan menyediakan fasilitas atau sarana pendukung sebelum membuat peraturan tersebut, seperti tempat pembuangan, CCTV di sepanjang jalan. Memang hal ini bukan pekerjaan yang mudah untuk menerapkannya di Indonesia, yang mana masyarakatnya sudah akut dalam masalah ini, dan mengingat waktu dan biaya yang tidak sedikit. Namun, hal ini mungkin akan menjadi jawaban terhadap pertnyaan tentang solusi "sampah".
            Dengan diterapkannya hal tersebut sangatlah mungkin Indonesia untuk menjadi Negara bersih, jauh dari penyakit, dan juga jauh dari bencana. Dengan demikian predikat "Surga Dunia" kembali manjadi symbol untuk Indonesia. Amien.