Pages

Kamis, 18 September 2014

Mengembalikan Citra Dangdut

Dangdut sudah bukan barang yang asing bagi masyarakat indonesia saat ini. Apalagi, musik yang biasa dikenal dengan musik rancaknya adalah ciri khas bangsa yang bernama Indonesia.

Akan tetapi, musik dangdut saat ini bergeser nilai. Yang asalnya ingin menyuguhkan keindahan musik, saat ini berubah menjadi tontonan yang hanya memperlihatkan "Keindahan" tubuh sang biduan. Pemerintah yang diharapkan bisa menjadi 'Payung' terhadap moral anak bangsa, justru malah terkesan 'mendukung' pegelaran musik seronok tersebut.

Ditinjau dari segi Moralitas masyarakat, musik dangdut era ini justru membuat masyarakat terutama anak muda (yang Notabene penerus Founding father) malah menjadi 'menggila'. Bagaimana tidak? Setiap pagelaran musik dangdut, aroma minuman keras begitu mudah tercium. Tawuran juga seakan menjadi ciri khas yang 'mem-budaya' pada konser dangdut.

Lalu, sekali lagi. Bagaimana sikap Pemerintah? Mari kita lihat bagaimana pagelaran TAJEMTRA 2014 (Tanggul Jember Traditional) yang biasa menjadi acara tahunan kabupaten Jember. Pada penutupan, masyarakat, khususnya masyarakat jember disuguhkan dengan acara musik dangdut yang penulis anggap acara seronok. Yang penulis soroti bukan pada musiknya. Akan tetapi, bagaimana 'Tampilan' acara yang disuguhkan. Pemkab Jember bukannya men-sensor acara tersebut, sebagai penanggung jawab justru malah melakukan pembiyaran.

Mungkin, hal ini bukan hanya terjadi dimasyarakat jember saja. Disemua kabupaten Se-Indonesia (bukan men-generalisir) sudah menjadi hal yang dianggap 'biasa'. Tampa melihat dampak selanjutnya bagaimana kepada para kader bangsa.

Harapan dari penulis disini, adalah bagaimana mengembalikan citra musik dangdut kepada masa dahulu. Musik dangdut benar-benar 'menjual' estetika musik dan suara. Peran pemerintah sangat diperlukan saat ini. Dan, mungkin bisa membuat UU yang melarang keras beredarnya acara yang sangat mengandung unsur Pornografi dan Pornoaksi

Peran masyarakat juga sangat diperlukan, bagaimana untuk saling menyadari dampak negatif tersebut. Dari tulisan Ainun Najib dalam buku Kiai Sudrun Menggugat, menjelaskan bagaimana Tradisi Sekaten Jogjakarta, yang notabene memperingati hari 'penting' umat Islam, justru menjadi tempat yang semacam ini juga.

Akhirnya, Musik yang menjadi ciri khas Indonesia ini buruk. Dan, secara otamatis juga, penilaian terhadap Moral Bangsa Indonesia yang katanya menganut paham ke-timuran juga menjadi Buruk.

2 komentar:

  1. raja dangdut harus turun tang an duluan

    BalasHapus
  2. iya nom, tapi realitanya, ketika raja dangdut turun tangan, biasanya banyak yang mengecam. seperti dulu waktu Inul Daratista.

    BalasHapus