Pages

Minggu, 23 Juni 2013

BBM NAIK=MEMBUNUH RAKYAT


Pemerintah SBY/ Budiono  pada tahun ini berencana mengurangi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang berarti juga menaikkan harga BBM dari harga Rp 4500 untuk jenis premium dan solar naik menjadi sekitar Rp 7000/ liter, dengan alasan subsidi BBM selama ini sebagian besar justru hanya dinikmati oleh orang-orang kaya yang sebenarnya tidak berhak atas subsidi BBM, karena sasaran subsidi BBM adalah golongan masyarakat menengah kebawah.
Alasan pemerintah memang masuk akal karena selama ini yang membeli BBM jenis PREMIUM dan SOLAR lebih dari 10 liter/ hari hanyalah orang-orang kaya yang memiliki kendaraan roda 4, sedangkan orang-orang miskin hanya membeli BBM bersubsidi sekitar 2 liter/ hari, tetapi  masalah itu hanyalah masalah teknis yang apabila pemerintah serius  masalah tersebut sangat mungkin bisa diatasi.
Selain itu pemerintah beralasan akan menggunakan sebagian subsidi BBM untuk meningkatkan ekonomi Indonesia di bidang pertanian kelautan DLL, dan sebagai kompensasi dari naiknya harga BBM pemerintah akan  memberikan bantuan lansung sementara (BALSEM) yang konon cerita jumlahnya Rp 150.000/bulan untuk tiap-tiap Kepala keluarga miskin, tetapi kompensasi yang diberikan oleh pemerintah  tersebut  sangat tidak sebanding dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh naiknya harga BBM, karena apabila harga BBM naik maka membengkaknya kebutuhan masyarakat terutama masyarakat miskin tiap bulanya bisa mencapai 10 kali lipat dari dari kompensasi yang akan diberikan oleh pemerintah, apalagi rencana kenaikan BBM ini menjelang bulan puasa, selain itu dana kompensasi dari pemerintah sangat rawan dikorupsi seperti dana BLT beberapa tahun lalu.
Dan yang terpenting dan harus diwaspadai adalah ketika harga BBM naik maka akan menimbulkan dampat sistemik yang sangat besar terhadap perekonomian masyarakat terutama masyarakat miskin, kerena apabila BBM naik maka secara otomatis semua kebutuhan masyarakat terutama kebutuhan Primer atau kebutuhan pokok juga akan naik, dan kadang naiknya harga kebutuhan masyarakat naik diluar batas kewajaran yang parahnya pemerintah tidak mampu mengontrol naiknya harga sehingga semakin membuat masyarakat miskin semakin menderita.

Sabtu, 22 Juni 2013

Membuka Catatan Sejarah: Detik-Detik Proklamasi, 17 Agustus 1945

Ini di Ambil dari alamat/sumber http://www.setneg.go.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=19
Jadi ini sekali lagi bukan Tulisan saya sendiri.

Prof. Dr. H. Dadan Wildan, M.Hum
Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara R.I.

Proklamasi Kemerdekaan, yang kita peringati setiap tanggal 17 Agustus, adalah sebuah peristiwa bersejarah bagi
bangsa Indonesia . Proklamasi, telah mengubah perjalanan sejarah, membangkitkan rakyat dalam semangat
kebebasan. Merdeka dari segala bentuk penjajahan.
Bagaimanakah sesungguhnya, peristiwa yang terjadi 61 tahun yang lalu itu. Mari kita buka kembali catatan sejarah
sekitar Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.Perdebatan
Proklamasi, ternyata didahului oleh perdebatan hebat antara golongan pemuda dengan golongan tua. Baik golongan tua
maupun golongan muda, sesungguhnya sama-sama menginginkan secepatnya dilakukan Proklamasi Kemerdekaan
dalam suasana kekosongan kekuasaan dari tangan pemerintah Jepang. Hanya saja, mengenai cara melaksanakan
proklamasi itu terdapat perbedaan pendapat. Golongan tua, sesuai dengan perhitungan politiknya, berpendapat bahwa
Indonesia dapat merdeka tanpa pertumpahan darah, jika tetap bekerjasama dengan Jepang.
Karena itu, untuk memproklamasikan kemerdekaan, diperlukan suatu revolusi yang terorganisir. Soekarno dan Hatta,
dua tokoh golongan tua, bermaksud membicarakan pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan dalam rapat Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Dengan cara itu, pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan tidak menyimpang
dari ketentuan pemerintah Jepang. Sikap inilah yang tidak disetujui oleh golongan pemuda. Mereka menganggap,
bahwa PPKI adalah badan buatan Jepang. Sebaliknya, golongan pemuda menghendaki terlaksananya Proklamasi
Kemerdekaan itu, dengan kekuatan sendiri. Lepas sama sekali dari campur tangan pemerintah Jepang. Perbedaan
pendapat ini, mengakibatkan penekanan-penekanan golongan pemuda kepada golongan tua yang mendorong mereka
 melakukan “aksi penculikan” terhadap diri Soekarno-Hatta (lihat Marwati Djoened Poesponegoro, ed.
1984:77-81)
Tanggal 15 Agustus 1945, kira-kira pukul 22.00, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, tempat kediaman Bung
Karno, berlangsung perdebatan serius antara sekelompok pemuda dengan Bung Karno mengenai Proklamasi
Kemerdekaan sebagaimana dilukiskan Lasmidjah Hardi (1984:58); Ahmad Soebardjo (1978:85-87) sebagai berikut:
" Sekarang Bung, sekarang! malam ini juga kita kobarkan revolusi !" kata Chaerul Saleh dengan meyakinkan Bung
Karno bahwa ribuan pasukan bersenjata sudah siap mengepung kota dengan maksud mengusir tentara Jepang. " Kita
 harus segera merebut kekuasaan !" tukas Sukarni berapi-api. " Kami sudah siap mempertaruhkan jiwa kami !" seru
mereka bersahutan. Wikana malah berani mengancam Soekarno dengan pernyataan; " Jika Bung Karno tidak
mengeluarkan pengumuman pada malam ini juga, akan berakibat terjadinya suatu pertumpahan darah dan pembunuhan
besar-besaran esok hari ."
Mendengar kata-kata ancaman seperti itu, Soekarno naik darah dan berdiri menuju Wikana sambil berkata: " Ini batang
leherku, seretlah saya ke pojok itu dan potonglah leherku malam ini juga! Kamu tidak usah menunggu esok hari !". Hatta
kemudian memperingatkan Wikana; "... Jepang adalah masa silam. Kita sekarang harus menghadapi Belanda yang
akan berusaha untuk kembali menjadi tuan di negeri kita ini. Jika saudara tidak setuju dengan apa yang telah saya
katakan, dan mengira bahwa saudara telah siap dan sanggup untuk memproklamasikan kemerdekaan, mengapa
saudara tidak memproklamasikan kemerdekaan itu sendiri ? Mengapa meminta Soekarno untuk melakukan hal itu ?"
Namun, para pemuda terus mendesak; " apakah kita harus menunggu hingga kemerdekaan itu diberikan kepada kita
sebagai hadiah, walaupun Jepang sendiri telah menyerah dan telah takluk dalam 'Perang Sucinya '!". " Mengapa bukan
rakyat itu sendiri yang memprokla-masikan kemerdekaannya ? Mengapa bukan kita yang menyata-kan kemerdekaan
kita sendiri, sebagai suatu bangsa ?". Dengan lirih, setelah amarahnya reda, Soekarno berkata; "... kekuatan yang
segelintir ini tidak cukup untuk melawan kekuatan bersenjata dan kesiapan total tentara Jepang! Coba, apa yang bisa
 kau perlihatkan kepada saya ? Mana bukti kekuatan yang diperhitungkan itu ? Apa tindakan bagian keamananmu untuk
menyelamatkan perempuan dan anak-anak ? Bagaimana cara mempertahankan kemerdekaan setelah diproklamasikan
? Kita tidak akan mendapat bantuan dari Jepang atau Sekutu. Coba bayangkan, bagaimana kita akan tegak di atas
kekuatan sendiri ". Demikian jawab Bung Karno dengan tenang.
Para pemuda, tetap menuntut agar Soekarno-Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan. Namun, kedua tokoh itu
pun, tetap pada pendiriannya semula. Setelah berulangkali didesak oleh para pemuda, Bung Karno menjawab bahwa ia
tidak bisa memutuskannya sendiri, ia harus berunding dengan para tokoh lainnya. Utusan pemuda mempersilahkan
Bung Karno untuk berunding. Para tokoh yang hadir pada waktu itu antara lain, Mohammad Hatta, Soebardjo, Iwa
Kusumasomantri, Djojopranoto, dan Sudiro. Tidak lama kemudian, Hatta menyampaikan keputusan, bahwa usul para
 pemuda tidak dapat diterima dengan alasan kurang perhitungan serta kemungkinan timbulnya banyak korban jiwa dan
Sekretariat Negara Republik Indonesia
http://www.setneg.go.id www.setneg.go.id DiHasilkan: 22 June, 2013, 23:45harta. Mendengar penjelasan Hatta, para pemuda nampak tidak puas. Mereka mengambil kesimpulan yang
 menyimpang; menculik Bung Karno dan Bung Hatta dengan maksud menyingkirkan kedua tokoh itu dari pengaruh
Jepang.
Pukul 04.00 dinihari, tanggal 16 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta oleh sekelompok pemuda dibawa ke
Rengasdengklok. Aksi "penculikan" itu sangat mengecewakan Bung Karno, sebagaimana dikemukakan Lasmidjah Hardi
(1984:60). Bung Karno marah dan kecewa, terutama karena para pemuda tidak mau mendengarkan pertimbangannya
yang sehat. Mereka menganggap perbuatannya itu sebagai tindakan patriotik. Namun, melihat keadaan dan situasi yang
panas, Bung Karno tidak mempunyai pilihan lain, kecuali mengikuti kehendak para pemuda untuk dibawa ke tempat
yang mereka tentukan. Fatmawati istrinya, dan Guntur yang pada waktu itu belum berumur satu tahun, ia ikut sertakan.
Rengasdengklok kota kecil dekat Karawang dipilih oleh para pemuda untuk mengamankan Soekarno-Hatta dengan
perhitungan militer; antara anggota PETA (Pembela Tanah Air) Daidan Purwakarta dengan Daidan Jakarta telah terjalin
hubungan erat sejak mereka mengadakan latihan bersama-sama. Di samping itu, Rengasdengklok letaknya terpencil
sekitar 15 km. dari Kedunggede Karawang. Dengan demikian, deteksi dengan mudah dilakukan terhadap setiap gerakan
tentara Jepang yang mendekati Rengasdengklok, baik yang datang dari arah Jakarta maupun dari arah Bandung atau
Jawa Tengah.
Sehari penuh, Soekarno dan Hatta berada di Rengasdengklok. Maksud para pemuda untuk menekan mereka, supaya
segera melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan terlepas dari segala kaitan dengan Jepang, rupa-rupanya tidak
membuahkan hasil. Agaknya keduanya memiliki wibawa yang cukup besar. Para pemuda yang membawanya ke
Rengasdengklok, segan untuk melakukan penekanan terhadap keduanya. Sukarni dan kawan-kawannya, hanya dapat
mendesak Soekarno-Hatta untuk menyatakan proklamasi secepatnya seperti yang telah direncanakan oleh para
pemuda di Jakarta . Akan tetapi, Soekarno-Hatta tidak mau didesak begitu saja. Keduanya, tetap berpegang teguh pada
perhitungan dan rencana mereka sendiri. Di sebuah pondok bambu berbentuk panggung di tengah persawahan
Rengasdengklok, siang itu terjadi perdebatan panas; " Revolusi berada di tangan kami sekarang dan kami
memerintahkan Bung, kalau Bung tidak memulai revolusi malam ini, lalu ...". " Lalu apa ?" teriak Bung Karno sambil
beranjak dari kursinya, dengan kemarahan yang menyala-nyala. Semua terkejut, tidak seorang pun yang bergerak atau
berbicara.
Waktu suasana tenang kembali. Setelah Bung Karno duduk. Dengan suara rendah ia mulai berbicara; " Yang paling
penting di dalam peperangan dan revolusi adalah saatnya yang tepat. Di Saigon, saya sudah merencanakan seluruh
pekerjaan ini untuk dijalankan tanggal 17 ". " Mengapa justru diambil tanggal 17, mengapa tidak sekarang saja, atau
tanggal 16 ?" tanya Sukarni. " Saya seorang yang percaya pada mistik”. Saya tidak dapat menerangkan dengan
pertimbangan akal, mengapa tanggal 17 lebih memberi harapan kepadaku. Akan tetapi saya merasakan di dalam
kalbuku, bahwa itu adalah saat yang baik. Angka 17 adalah angka suci. Pertama-tama kita sedang berada dalam bulan
suci Ramadhan, waktu kita semua berpuasa, ini berarti saat yang paling suci bagi kita. tanggal 17 besok hari Jumat, hari
Jumat itu Jumat legi, Jumat yang berbahagia, Jumat suci. Al-Qur'an diturunkan tanggal 17, orang Islam sembahyang 17
rakaat, oleh karena itu kesucian angka 17 bukanlah buatan manusia ". Demikianlah antara lain dialog antara Bung Karno
dengan para pemuda di Rengasdengklok sebagaimana ditulis Lasmidjah Hardi (1984:61).
Sementara itu, di Jakarta, antara Mr. Ahmad Soebardjo dari golongan tua dengan Wikana dari golongan muda
membicarakan kemerdekaan yang harus dilaksanakan di Jakarta . Laksamana Tadashi Maeda, bersedia untuk
menjamin keselamatan mereka selama berada di rumahnya. Berdasarkan kesepakatan itu, Jusuf Kunto dari pihak
pemuda, hari itu juga mengantar Ahmad Soebardjo bersama sekretaris pribadinya, Sudiro, ke Rengasdengklok untuk
menjemput Soekarno dan Hatta. Rombongan penjemput tiba di Rengasdengklok sekitar pukul 17.00. Ahmad Soebardjo
memberikan jaminan, bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945, selambatlambatnya pukul 12.00. Dengan jaminan itu, komandan kompi PETA setempat, Cudanco Soebeno, bersedia
melepaskan Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta (Marwati Djoened Poesponegoro, ed. 1984:82-83).Merumuskan
Teks Proklamasi
Rombongan Soekarno-Hatta tiba di Jakarta sekitar pukul 23.00. Langsung menuju rumah Laksamana Tadashi Maeda di
Jalan Imam Bonjol No.1, setelah lebih dahulu menurunkan Fatmawati dan putranya di rumah Soekarno. Rumah
Laksamada Maeda, dipilih sebagai tempat penyusunan teks Proklamasi karena sikap Maeda sendiri yang memberikan
jaminan keselamatan pada Bung Karno dan tokoh-tokoh lainnya. De Graff yang dikutip Soebardjo (1978:60-61)
melukiskan sikap Maeda seperti ini. Sikap dari Maeda tentunya memberi kesan aneh bagi orang-orang Indonesia itu,
karena perwira Angkatan Laut ini selalu berhubungan dengan rakyat Indonesia.
Sebagai seorang perwira Angkatan Laut yang telah melihat lebih banyak dunia ini dari rata-rata seorang perwira
Angkatan Darat , ia mempunyai pandangan yang lebih tepat tentang keadaan dari orang-orang militer yang agak sempit
pikirannya. Ia dapat berbicara dalam beberapa bahasa. Ia adalah pejabat yang bertanggungjawab atas Bukanfu di
Batavia; kantor pembelian Angkatan Laut di Indonesia. Ia tidak khusus membatasi diri hanya pada tugas-tugas militernya
saja, tetapi agar dirinya dapat terbiasa dengan suasana di Jawa , ia membentuk suatu kantor penerangan bagi dirinya di
tempat yang sama yang pimpinannya dipercayakan kepada Soebardjo. Melalui kantor inilah, yang menuntut biaya yang
tidak sedikit baginya, ia mendapatkan pengertian tentang masalah-masalah di Jawa lebih baik dari yang didapatnya dari
Sekretariat Negara Republik Indonesia
http://www.setneg.go.id www.setneg.go.id DiHasilkan: 22 June, 2013, 23:45buletin-buletin resmi Angkatan Darat. Terlebih-lebih ia memberanikan diri untuk mendirikan asrama-asrama bagi
nasionalis-nasionalis muda Indonesia . Pemimpin-pemimpin terkemuka, diperbantukan sebagai guru-guru untuk
mengajar di asrama itu. Doktrin-doktrin yang agak radikal dipropagandakan. Lebih lincah dari orang-orang militer, ia
berhasil mengambil hati dari banyak nasionalis yang tahu pasti bahwa keluhan-keluhan dan keberatan-keberatan
mereka selalu bisa dinyatakan kepada Maeda. Sikap Maeda seperti inilah yang memberikan keleluasaan kepada para
tokoh nasionalis untuk melakukan aktivitas yang maha penting bagi masa depan bangsanya.
Malam itu, dari rumah Laksamana Maeda, Soekarno dan Hatta ditemani Laksamana Maeda menemui Somobuco
(kepala pemerintahan umum), Mayor Jenderal Nishimura, untuk menjajagi sikapnya mengenai pelaksanaan Proklamasi
Kemerdekaan. Nishimura mengatakan bahwa karena Jepang sudah menyatakan menyerah kepada Sekutu, maka
berlaku ketentuan bahwa tentara Jepang tidak diperbolehkan lagi mengubah status quo . Tentara Jepang diharuskan
tunduk kepada perintah tentara Sekutu. Berdasarkan garis kebi - jakan itu, Nishimura melarang Soekarno-Hatta
 mengadakan rapat PPKI dalam rangka pelaksanaan Proklamasi Kemerde - kaan. Melihat kenyataan ini, Soekarno-Hatta
sampai pada kesimpulan bahwa tidak ada gunanya lagi untuk membicara-kan soal kemerdekaan Indonesia dengan
Jepang. Mereka hanya berharap agar pihak Jepang tidak menghalang-ha - langi pelaksanaan proklamasi kemerdekaan
oleh rakyat Indonesia sendiri (Hatta, 1970:54-55).
Setelah pertemuan itu, Soekarno dan Hatta kembali ke rumah Laksamana Maeda. Di ruang makan rumah Laksamana
Maeda itu dirumuskan teks proklamasi kemerdekaan. Maeda, sebagai tuan rumah, mengundurkan diri ke kamar tidurnya
di lantai dua ketika peristiwa bersejarah itu berlangsung. Miyoshi, orang kepercayaan Nishimura, bersama Sukarni,
Sudiro, dan B.M. Diah menyaksikan Soekarno, Hatta, dan Ahmad Soebardjo membahas rumusan teks Proklamasi.
Sedangkan tokoh-tokoh lainnya, baik dari golongan tua maupun dari golongan pemuda, menunggu di serambi muka.
Menurut Soebardjo (1978:109) di ruang makan rumah Laksamana Maeda menjelang tengah malam, rumusan teks
Proklamasi yang akan dibacakan esok harinya disusun. Soekarno menuliskan konsep proklamasi pada secarik kertas.
Hatta dan Ahmad Soebardjo menyumbangkan pikirannya secara lisan. Kalimat pertama dari teks Proklamasi merupakan
saran Ahmad Soebardjo yang diambil dari rumusan Dokuritsu Junbi Cosakai , sedangkan kalimat terakhir merupakan
sumbangan pikiran Mohammad Hatta. Hatta menganggap kalimat pertama hanyalah merupakan pernyataan dari
kemauan bangsa Indonesia untuk menentukan nasibnya sendiri, menurut pendapatnya perlu ditambahkan pernyataan
mengenai pengalihan kekuasaan (transfer of sovereignty). Maka dihasilkanlah rumusan terakhir dari teks proklamasi itu.
Setelah kelompok yang menyendiri di ruang makan itu selesai merumuskan teks Proklamasi, kemudian mereka menuju
serambi muka untuk menemui hadirin yang berkumpul di ruangan itu. Saat itu, dinihari menjelang subuh. Jam
menunjukkan pukul 04.00, Soekarno mulai membuka pertemuan itu dengan membacakan rumusan teks Proklamasi
yang masih merupakan konsep. Soebardjo (1978:109-110) melukiskan suasana ketika itu: “ Sementara teks
Proklamasi ditik, kami menggunakan kesempatan untuk mengambil makanan dan minuman dari ruang dapur, yang telah
disiapkan sebelumnya oleh tuan rumah kami yang telah pergi ke kamar tidurnya di tingkat atas. Kami belum makan apaapa, ketika meninggalkan Rengasdengklok. Bulan itu adalah bulan suci Ramadhan dan waktu hampir habis untuk
makan sahur, makan terakhir sebelum sembahyang subuh. Setelah kami terima kembali teks yang telah ditik, kami
semuanya menuju ke ruang besar di bagian depan rumah. Semua orang berdiri dan tidak ada kursi di dalam ruangan.
Saya bercampur dengan beberapa anggota Panitia di tengah-tengah ruangan. Sukarni berdiri di samping saya. Hatta
berdiri mendampingi Sukarno menghadap para hadirin . Waktu menunjukkan pukul 04.00 pagi tanggal 17 Agustus 1945,
pada saat Soekarno membuka pertemuan dini hari itu dengan beberapa patah kata.
"Keadaan yang mendesak telah memaksa kita semua mempercepat pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan.
Rancangan teks telah siap dibacakan di hadapan saudara-saudara dan saya harapkan benar bahwa saudara-saudara
sekalian dapat menyetujuinya sehingga kita dapat berjalan terus dan menyelesaikan pekerjaan kita sebelum fajar
menyingsing". Kepada mereka yang hadir, Soekarno menyarankan agar bersama-sama menandatangani naskah
proklamasi selaku wakil-wakil bangsa Indonesia . Saran itu diperkuat oleh Mohammad Hatta dengan mengambil contoh
pada "Declaration of Independence " Amerika Serikat. Usul itu ditentang oleh pihak pemuda yang tidak setuju kalau
tokoh-tokoh golongan tua yang disebutnya "budak-budak Jepang" turut menandatangani naskah proklamasi. Sukarni
mengusulkan agar penandatangan naskah proklamasi itu cukup dua orang saja, yakni Soekarno dan Mohammad Hatta
atas nama bangsa Indonesia . Usul Sukarni itu diterima oleh hadirin.
Naskah yang sudah diketik oleh Sajuti Melik, segera ditandatangani oleh Soekarno dan Mohammad Hatta. Persoalan
 timbul mengenai bagaimana Proklamasi itu harus diumumkan kepada rakyat di seluruh Indonesia , dan juga ke seluruh
pelosok dunia. Di mana dan dengan cara bagaimana hal ini harus diselenggarakan? Menurut Soebardjo (1978:113),
Sukarni kemudian memberitahukan bahwa rakyat Jakarta dan sekitarnya, telah diserukan untuk datang berbondongbondong ke lapangan IKADA pada tanggal 17 Agustus untuk mendengarkan Proklamasi Kemerdekaan. Akan tetapi
 Soekarno menolak saran Sukarni. " Tidak ," kata Soekarno, " lebih baik dilakukan di tempat kediaman saya di
Pegangsaan Timur. Pekarangan di depan rumah cukup luas untuk ratusan orang. Untuk apa kita harus memancingmancing insiden ? Lapangan IKADA adalah lapangan umum. Suatu rapat umum, tanpa diatur sebelumnya dengan
penguasa-penguasa militer, mungkin akan menimbulkan salah faham. Suatu bentrokan kekerasan antara rakyat dan
penguasa militer yang akan membubarkan rapat umum tersebut, mungkin akan terjadi. Karena itu, saya minta saudara
sekalian untuk hadir di Pegangsaan Timur 56 sekitar pukul 10.00 pagi ." Demikianlah keputusan terakhir dari pertemuan
Sekretariat Negara Republik Indonesia
http://www.setneg.go.id www.setneg.go.id DiHasilkan: 22 June, 2013, 23:45itu.Detik-Detik Proklamasi
Hari Jumat di bulan Ramadhan, pukul 05.00 pagi, fajar 17 Agustus 1945 memancar di ufuk timur. Embun pagi masih
menggelantung di tepian daun. Para pemimpin bangsa dan para tokoh pemuda keluar dari rumah Laksamana Maeda,
dengan diliputi kebanggaan setelah merumuskan teks Proklamasi hingga dinihari. Mereka, telah sepakat untuk
memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia hari itu di rumah Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur No. 56
Jakarta, pada pukul 10.00 pagi. Bung Hatta sempat berpesan kepada para pemuda yang bekerja pada pers dan kantorkantor berita, untuk memperbanyak naskah proklamasi dan menyebarkannya ke seluruh dunia (Hatta, 1970:53).
Menjelang pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan, suasana di Jalan Pegangsaan Timur 56 cukup sibuk. Wakil Walikota,
Soewirjo, memerintahkan kepada Mr. Wilopo untuk mempersiapkan peralatan yang diperlukan seperti mikrofon dan
beberapa pengeras suara. Sedangkan Sudiro memerintahkan kepada S. Suhud untuk mempersiapkan satu tiang
bendera. Karena situasi yang tegang, Suhud tidak ingat bahwa di depan rumah Soekarno itu, masih ada dua tiang
bendera dari besi yang tidak digunakan. Malahan ia mencari sebatang bambu yang berada di belakang rumah. Bambu
 itu dibersihkan dan diberi tali. Lalu ditanam beberapa langkah saja dari teras rumah. Bendera yang dijahit dengan tangan
oleh Nyonya Fatmawati Soekarno sudah disiapkan. Bentuk dan ukuran bendera itu tidak standar, karena kainnya
berukuran tidak sempurna. Memang, kain itu awalnya tidak disiapkan untuk bendera.
Sementara itu, rakyat yang telah mengetahui akan dilaksanakan Proklamasi Kemerdekaan telah berkumpul. Rumah
Soekarno telah dipadati oleh sejumlah massa pemuda dan rakyat yang berbaris teratur. Beberapa orang tampak gelisah,
khawatir akan adanya pengacauan dari pihak Jepang. Matahari semakin tinggi, Proklamasi belum juga dimulai. Waktu
itu Soekarno terserang sakit, malamnya panas dingin terus menerus dan baru tidur setelah selesai merumuskan teks
Proklamasi. Para undangan telah banyak berdatangan, rakyat yang telah menunggu sejak pagi, mulai tidak sabar lagi.
Mereka yang diliputi suasana tegang berkeinginan keras agar Proklamasi segera dilakukan. Para pemuda yang tidak
sabar, mulai mendesak Bung Karno untuk segera membacakan teks Proklamasi. Namun, Bung Karno tidak mau
membacakan teks Proklamasi tanpa kehadiran Mohammad Hatta. Lima menit sebelum acara dimulai, Mohammad Hatta
datang dengan pakaian putih-putih dan langsung menuju kamar Soekarno. Sambil menyambut kedatangan Mohammad
Hatta, Bung Karno bangkit dari tempat tidurnya, lalu berpakaian. Ia juga mengenakan stelan putih-putih. Kemudian
keduanya menuju tempat upacara.
Marwati Djoened Poesponegoro (1984:92-94) melukiskan upacara pembacaan teks Proklamasi itu. Upacara itu
berlangsung sederhana saja. Tanpa protokol. Latief Hendraningrat, salah seorang anggota PETA, segera memberi abaaba kepada seluruh barisan pemuda yang telah menunggu sejak pagi untuk berdiri. Serentak semua berdiri tegak
dengan sikap sempurna. Latief kemudian mempersilahkan Soekarno dan Mohammad Hatta maju beberapa langkah
mendekati mikrofon. Dengan suara mantap dan jelas, Soekarno mengucapkan pidato pendahuluan singkat sebelum
membacakan teks proklamasi.
"Saudara-saudara sekalian ! saya telah minta saudara hadir di sini, untuk menyaksikan suatu peristiwa maha penting
dalam sejarah kita. Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia telah berjuang untuk kemerdekaan tanah air kita.
Bahkan telah beratus-ratus tahun. Gelombangnya aksi kita untuk mencapai kemerdekaan kita itu ada naiknya ada
turunnya. Tetapi jiwa kita tetap menuju ke arah cita-cita. Juga di dalam jaman Jepang, usaha kita untuk mencapai
kemerdekaan nasional tidak berhenti. Di dalam jaman Jepang ini tampaknya saja kita menyandarkan diri kepada
 mereka. Tetapi pada hakekatnya, tetap kita menyusun tenaga kita sendiri. Tetap kita percaya pada kekuatan sendiri.
Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air kita di dalam tangan kita
sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri, akan dapat berdiri dengan kuatnya. Maka
kami, tadi malam telah mengadakan musyawarah dengan pemuka-pemuka rakyat Indonesia dari seluruh Indonesia ,
permusyawaratan itu seia-sekata berpendapat, bahwa sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan kemerdekaan kita.
Saudara-saudara! Dengan ini kami menyatakan kebulatan tekad itu. Dengarkanlah Proklamasi kami: PROKLAMASI;
Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia . Hal-hal yang mengenai pemindahan
kekuasaan dan lain-lain, diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Jakarta ,
17 Agustus 1945. Atas nama bangsa Indonesia Soekarno/Hatta.
Demikianlah saudara-saudara! Kita sekarang telah merdeka. Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat tanah air kita dan
 bangsa kita! Mulai saat ini kita menyusun Negara kita! Negara Merdeka. Negara Republik Indonesia merdeka, kekal, dan
abadi. Insya Allah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu". (Koesnodiprojo, 1951).
Acara, dilanjutkan dengan pengibaran bendera Merah Putih. Soekarno dan Hatta maju beberapa langkah menuruni anak
tangga terakhir dari serambi muka, lebih kurang dua meter di depan tiang. Ketika S. K. Trimurti diminta maju untuk
mengibarkan bendera, dia menolak: " lebih baik seorang prajurit ," katanya. Tanpa ada yang menyuruh, Latief
Hendraningrat yang berseragam PETA berwarna hijau dekil maju ke dekat tiang bendera. S. Suhud mengambil bendera
dari atas baki yang telah disediakan dan mengikatnya pada tali dibantu oleh Latief Hendraningrat.
Bendera dinaikkan perlahan-lahan. Tanpa ada yang memimpin, para hadirin dengan spontan menyanyikan lagu
Indonesia Raya. Bendera dikerek dengan lambat sekali, untuk menyesuaikan dengan irama lagu Indonesia Raya yang
Sekretariat Negara Republik Indonesia
http://www.setneg.go.id www.setneg.go.id DiHasilkan: 22 June, 2013, 23:45cukup panjang. Seusai pengibaran bendera, dilanjutkan dengan pidato sambutan dari Walikota Soewirjo dan dr.
Muwardi.
Setelah upacara pembacaan Proklamasi Kemerdekaan, Lasmidjah Hardi (1984:77) mengemukakan bahwa ada
sepasukan barisan pelopor yang berjumlah kurang lebih 100 orang di bawah pimpinan S. Brata, memasuki halaman
rumah Soekarno. Mereka datang terlambat. Dengan suara lantang penuh kecewa S. Brata meminta agar Bung Karno
membacakan Proklamasi sekali lagi. Mendengar teriakan itu Bung Karno tidak sampai hati, ia keluar dari kamarnya. Di
depan corong mikrofon ia menjelaskan bahwa Proklamasi hanya diucapkan satu kali dan berlaku untuk selama-lamanya.
Mendengar keterangan itu Brata belum merasa puas, ia meminta agar Bung Karno memberi amanat singkat. Kali ini
permintaannya dipenuhi. Selesai upacara itu rakyat masih belum mau beranjak, beberapa anggota Barisan Pelopor
masih duduk-duduk bergerombol di depan kamar Bung Karno.
Tidak lama setelah Bung Hatta pulang, menurut Lasmidjah Hardi (1984:79) datang tiga orang pembesar Jepang. Mereka
diperintahkan menunggu di ruang belakang, tanpa diberi kursi. Sudiro sudah dapat menerka, untuk apa mereka datang.
Para anggota Barisan Pelopor mulai mengepungnya. Bung Karno sudah memakai piyama ketika Sudiro masuk,
sehingga terpaksa berpakaian lagi. Kemudian terjadi dialog antara utusan Jepang dengan Bung Karno: " Kami diutus
oleh Gunseikan Kakka, datang kemari untuk melarang Soekarno mengucapkan Proklamasi ." " Proklamasi sudah saya
ucapkan," jawab Bung Karno dengan tenang. " Sudahkah ?" tanya utusan Jepang itu keheranan. " Ya, sudah !" jawab
Bung Karno. Di sekeliling utusan Jepang itu, mata para pemuda melotot dan tangan mereka sudah diletakkan di atas
golok masing-masing. Melihat kondisi seperti itu, orang-orang Jepang itu pun segera pamit. Sementara itu, Latief
Hendraningrat tercenung memikirkan kelalaiannya. Karena dicekam suasana tegang, ia lupa menelpon Soetarto dari
PFN untuk mendokumentasikan peristiwa itu. Untung ada Frans Mendur dari IPPHOS yang plat filmnya tinggal tiga
lembar (saat itu belum ada rol film). Sehingga dari seluruh peristiwa bersejarah itu, dokumentasinya hanya ada tiga;
yakni sewaktu Bung Karno membacakan teks Proklamasi, pada saat pengibaran bendera, dan sebagian foto hadirin
yang menyaksikan peristiwa itu. Penutup
Peristiwa besar bersejarah yang telah mengubah jalan sejarah bangsa Indonesia itu berlangsung hanya satu jam,
dengan penuh kehidmatan. Sekalipun sangat sederhana, namun ia telah membawa perubahan yang luar biasa dalam
perjalanan sejarah bangsa Indonesia . “Gema lonceng kemerdekaan” terdengar ke seluruh pelosok
Nusantara dan menyebar ke seantero dunia. Para pemuda, mahasiswa, serta pegawai-pegawai bangsa Indonesia pada
jawatan-jawatan perhubungan yang penting giat bekerja menyiarkan isi proklamasi itu ke seluruh pelosok negeri. Para
wartawan Indonesia yang bekerja pada kantor berita Jepang Domei , sekalipun telah disegel oleh pemerintah Jepang,
mereka berusaha menyebarluaskan gema Proklamasi itu ke seluruh dunia.
Dirgahayu Indonesiaku!

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Soebardjo (1978). Lahirnya Republik Indonesia . Jakarta : Kinta.
Koesnodiprodjo (1951). Himpunan Undang-Undang, Peraturan-Peraturan, Penetapan-Penetapan Pemerintah Republik
Indonesia 1945. Jakarta .
Lasmidjah Hardi (1984). Samudera Merah Putih 19 September 1945 . Jilid 1. Jakarta : Pustaka Jaya.
Marwati Djoened Poesponegoro et. al. (1984). Sejarah Nasional Indonesia . Jilid 6. Jakarta : Balai Pustaka.
Mohammad Hatta (1970). Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945 . Jakarta : Tinta Mas.
Nugroho Notosusanto (1976). Naskah Proklamasi yang Otentik dan Rumusan Pancasila yang Otentik. Jakarta : Pusat
Sejarah ABRI.
Soekarno (1963 ). Sarinah; Kewadjiban Wanita Dalam Perdjoangan Republik Indonesia . Jakarta : Panitia Penerbit BukuBuku Karangan Presiden Soekarno.

Minggu, 09 Juni 2013

Nikah Tanpa Paksaan

Ini adalah dalil yang menjelaskan kalau perempuan tidak boleh dipaksa untuk menikah. atau tidak ada paksaan bagi perempuan untuk menentukan jodohnya. Sayang belum di terjemah dan dijelaskan.


1874- حَدَّثَنَا هَنَّادُ بْنُ السَّرِيِّ ، حَدَّثَنَا وَكِيعٌ ، عَنْ كَهْمَسِ بْنِ الْحَسَنِ ، عَنِ ابْنِ بُرَيْدَةَ ، عَنْ أَبِيهِ ، قَالَ : جَاءَتْ فَتَاةٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ ، فَقَالَتْ : إِنَّ أَبِي زَوَّجَنِي ابْنَ أَخِيهِ ، لِيَرْفَعَ بِي خَسِيسَتَهُ ، قَالَ : فَجَعَلَ الأَمْرَ إِلَيْهَا ، فَقَالَتْ : قَدْ أَجَزْتُ مَا صَنَعَ أَبِي ، وَلَكِنْ أَرَدْتُ أَنْ تَعْلَمَ النِّسَاءُ أَنْ لَيْسَ إِلَى الآبَاءِ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ.

Selasa, 04 Juni 2013

MENG-ANAKKAN ANAK


 Oleh: Tan Addarori 04-06-2013

Dewasa ini dengan segala kemajuan Teknologi dan Informasi (TI) berdampak pula pada kemajuan dunia intertaiment. Memang untuk menjadi artis bisa dibilang gampang gampang susah. Namun, dengan fasilitas kemudahan teknologi, menjadi lebih mudah pula untuk menjadi terkenal atau bahkan menjadi artis.

Namun dari kemudahan itum para pelaku entertaint atau media yang menjadi peng-ekposem sedikit kurang menfilter. Mereka cendrung hanya melihat bagaimana mangsa pasar tanpa melihat dampak dari sajian mereka, terutama kepada anak-anak. Karena, yang komsumen mereka juga tidak luput dari anak-anak.

Pada awal tahun 2000an, tidak sedikit dan tidak sulit untuk menjumpai lagu-lagu, film, ataupun senetron anak-anak. Sehingga anak-anak tetap pada eksistensinya sebagai anak anak.

Senetron si Doel, Pernikahan Dini, atau Petualangan Sherina, lagu anak dan lagu pendidikan dan yang lain menjadi sajian utama. Dari semua sajian itu banyak mengandung Pesan-pesan moral kepada pemirsa yang menikmatinya. Sehingga para ibu-ibu pada waktu itu tidak segan untuk memberikan contoh-contoh teladan seperti para artis yang memerankan tokoh senetron atau film, serta tak sungkan untuk menyanyikan lagu-lagu anak kepada anaknya.

Bergeser dari awal 2000an ke beberapa tahun belakangan ini, tayangan-tayangan seperti yang penulis jelaskan diatas menjadi berkurang dan terus berkurang dan mungkin tidak ter-Update lagi. Dari sajian-sajian yang penuh pesan moral berubah menjadi sajian “Hanya” sebagai hiburan saja.

Dan yang sangat memperihatinkan adalah, ketika para media-media sekarang sedikit sekali memberikan tayangan yang pas untuk anak-anak. Banyak tayangan yang kata mereka disajikan untuk anak-anak akan tetapi pada realitasnya tidak layak dikonsumsi untuk anak-anak. Pun demikian, banyak artis anak-anak yang menjadi idola baru dikancah hiburan yang tidak dalam peran semestinya, yaitu “Anak-anak”. Sepertinya ketika berperan dalam Film, senetron ataupun hiburan yang lainnya matoritas mereka diberikan peran yang tidak layak. Mereka dipaksakan berperan sebagai remaja bahkan mendekati dewasa. Atau anak-anak yang berprofesi sebagai penyanyi, mereka menjadi tidak tau umur karena mereka juga dipaksakan untuk bernyanyi yang bukan untuk seumuran mereka.

Anak-anak yang hidup pada masa-masa sekarang akan selalu disajikan dengan lagu, film, senetron dll yang bukan untuk konsumsinya. Bondan, Tasya, Joshua, Sherina, dan yang lain dahulu selalu menjadi penghias dilayar kaca pemirsa dengan lagu-lagu nuansa anak-anak. Dan pada waktu itu mereka juga masih sebagai anak-anak. Sekarang mereka sudah menjadi dewasa, dan lagu-lagu yang mereka bawakan sudah bukan untuk anak-anak lagi. Namun sayangnya tidak ada yang menjadi penerus dari mereka.

Tidak sedikit artis cilik yang menjadi idola saat ini. Mungkin kita sudah tidak asing lagi dengan Boy Bang Coboy Junior, ataupun pengamen yang mendadak buming yaitu Tegar. Namun sayang, mereka dikenal bukan karena lagu anak-anak, akan tetapi lagu yang mereka bawakan adalah lagu-lagu untuk remaja ataupun dewasa. Bukan hanya mereka, tetapi banyak artis cilik yang dipaksakan untuk menjadi lebih tua dari umur mereka. Bukan hanya dari lagu-lagu mereka, juga ketika menjadi peran dalam film ataupun senetron mereka juga menjadi bukan anak-anak lagi.

Sekali lagi, sajian-sajian saat ini hanya melihat mangsa pasar saja. Oleh sebab itu sajian-sajian baik yang berupa film, lagu, senetron atau yang lain sudah mengikuti aliran Alay-isme. Dan tema-tema dari semua itu rata-rata hanya berputar-putar mengenai romantisme saja yang sedikit sekali nilai-nilai yang tergantung didalamnya. Dan yang paling miris ketika anak-anak harus menikmati hiburan yang begitu vulgar. Seperti lagu dan juga film.

Dari semua ini dampak yang ditimbulkan sangatlah besar, terutama dampak terhadap psikologi anak-anak. Anak yang seharusnya eksis menjadi anak berubah menjadi anak yang psikologinya melampau usianya. Anak-anak SD sudah tidak sungkan lagi untuk berbicara tentang tema untuk Dewasa, ataupun menggunakan Istilah-istilah, dan lagu-lagu dewasa. bahkan, penampilan mereka juga menirukan gaya orang dewasa. dan akibat terburuknya tidak sedikit anak-anak yang terlibat dalam tindak kriminal yang disebabkan dari dampak diatas baik secara langsung ataupun tidak.

Mungkin dengan keadaan yang cukup memprihatinkan, sudah selayaknya kita memberikan batasan-batasan dan pengawasan yang ketat terhadap semua ini. Dan juga kepada orang tua yang paling bertanggung jawab untuk lebih mengawasi hal ini agar anak tidak menjadi “Dewasa Dini”. Atau yang penulis istilahkan meng-anakkan anak (Memposisikan anak dengan semestinya) sehingga menjadi Generasi atau Kader-kader bangsa Indonesia yang berkualitas dimasa depan. Masa depan bangsa Indonesia tergantung dari kualitas generasi muda saat ini.

Rabu, 29 Mei 2013

Menuju Republik Indonesia

Judul              : Naar de Republik Indonesia
Penulis            : Tan Malaka
            Tan malaka menulis brosur  Naar de Republik Indonesia (Menuju Republik Indonesia) salam bahasa belanda di Canton pada 1924. Naskah ini kemudian diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Ratusan jilid buku tersebut dioselundupkan keHindia Belanda dan diterima oleh para tokoh pergerakan, termasuk soekarno.
            Buku itu membuktikan bahwa Tan Malaka adalah pencetus gagasan Indonesia merdeka jauh sebelum Proklamasi 17 Agustus 1945. Dengan buku Naar de Republik Indonesia maka untuk pertamakalinya konsep “Republik Indonesia” dicanangkan, muncul Sembilan tahun jauh sebelum Soekarno menulis Menuju Indonesia Merdeka (1933), dan sebelum Moh. Hatta menulis Indonesia Vriji (1928).
            Lewat Risalah ini dia sudah membentangkan betapa pentingnya persatuan dan betapa berbahayanya perpecahan. “Ini harus dicegah. Akan tetapi tidak hanya dengan cara memberikan hotbah tentang hikmah – hikmah yang kosong. Hanya satu program yang benar – benar ingin memajukan kepentingan program materil dari seluruh rakyat dan dilaksanakan secara jujur, yang dapat membentuk solidaritas nasional, suatu solidaritas yang tidak hanya menggulingkan imperialisme, tetapi juga dapat menjatuhkan segala gangguan untuk selama – lamanya.”
            Tan Malaka bahkan mencanangkan kemerdekaan Indonesia dan dibentuk Negara Republik Indonesia. Dia juga memperkirakan kemungkinan terjadinya perang pasifik yang tentu saja mengakibatkan kelemahan dipihak jepang dan Indonesia bias lepas dari Jepang. Sejak menulis Naar de Republik Indonesia, Tan tegas mengatakan bahwa eks Hindia Belanda harus menjadi Republik Indonesia. Namun republik dalam gagaasannya tak menganut trias politika ala Montesquieu. Republic versi Tan Malaka adalah sebuah Negara efisien dan dikelola oleh sebuah organisasi. Dia memang tak percaya pada parlemen.
            Bagi Tan Malaka, pembagian kekuasaan yang terdiri dari atas eksekutif, legislatif, dan parlemen hanya akan menghasilkan kerusakan. Pemisah antara orang yang membuat undang – undang dan menjalankan aturan menimbulkan kesenjangan antara aturan dan realitas. Pelaksa di lapangan (Eksekutif) adalah pihak yang langsung berhadapan dengan persoalan yang sesungguhnya. Eksekutif selalu dibuat sepot menjalankan tugas ketika aturan dibuat oleh orang-orang yang hanya melihat persoalan dari jauh (Parlemen).
            Demokrasi dengan sistem parlemen melakukan ritual pemilihan sekali dalam empat, lima, atau enam tahun. Dalam kurun waktu demikian lama, mereka sudah menjelma menjadi kelompok sendiri yang berpisah dari masyarakat. Sedangkan kebutuhan dan pikiran rakyat berubah – ubah. Karena para anggota parlemen itu tak bercampur-baur lagi dengan masyarakat, seharusnya tak berhjak lagi disebut dengan wakil rakyat. Konsekuensinya adalah parlemen memiliki kemungkinan sangat besar menghasilkan kebijakan yang hanya menguntungkan golongan yang memliki modal, jauh dari kepentingan mesyarakat yang mereka wakili.
            Menurut Tan Malaka, parlemen, dengan sendirinya akan tergoda untuk berselingkuh dengan eksekutif, perusahan, dan perbankan. Akhirnya, parlemen di mata Tan Malaka tak lebih dari sekedar tempat orang-orang adu kuat mengobrol. Mereka adalah para jago berbicara dan berbual, bahkan kalau perlu sampai urat leher menonjol keluar.
            Tan Malaka menyebut anggota parlemen sebagai golongan tak berguna yang harus diongsi Negara dengan biaya tinggi. Singkatnya, keberadaan parlemen dalam buku yang diimpikan Tan tak boleh ada. Buku Soviet atau Parlemen dengan tegas memperlihatkan pendirian Tan. Sampai usia kematangan berfikirnya. Tan tak banyak berubah, kecuali dalam soal ketundukan kepada komintern Moskow. Karena pendiriannya ini pula dia sangat keras menentang Maklumat Wakil Presiden Nomer X pada 1945 tentang pendirian Partai – partai karena Partai – partai pasti bermuara ke parlemen.
            Sederhanya, Negara dalam mimpi Tan Malaka dikelola oleh sebuah organisasi tunggal. Dalam tubuh organisasi itulah terbagi kewenangan sebagai pelaksana, sebagai pemeriksa, atau penawas, dan sebagai peradilan.

Sabtu, 18 Mei 2013

"Tongket" Kebudayaan Demokrasi Desa di Madura

Pesta Demokrasi rakyat Desa atau Pilkades serentak dilaksanakan di kabupaten sumenep dimulai sejak bulan mei. Pada tanggal 15/05/2013 di desa saya juga melaksanakan pilkades. semua orang menginginkan untuk desa saya yaitu "Perubahan".

Namun, dalam pesta demokrasi itu ada hal negatif yang sudah membudaya di desa saya, bahkan mungkin diseluruh kawasan madura. yaitu Money politik. bahkan hal itu sudah mempunyai istilah - istilah tersendiri untuk menyogok masyarakat untuk memilih, seperti "Tongket" (bahasa madura yang berarti Tongkat) menjadi sebuag pelesetan dari "tong saeket" atau yang berarti Rp.150.000 untuk harga per-kepala/suara.

Money Politik yang terjadi dimasyarakat saya memang sudah terjadi cukup lama, namun tidak ada pihak yang dengan tegas untuk menindak lanjuti hal tersebut. Bahkan istilah - istilah yang digunakan oleh tim sukses (Tongket) kepada masyarakat saya mengetahui dari aparat kepolisian sendiri yang menjaga di daerah saya yang tidak bisa disebutkan namanya. Dia malah dengan santai menanyakan praktek politik uang kepada saya. lalu ketika ditanya adakah tindakan terhadap pelaku itu? dia malah memberikan jawaban yang sungguh menggelikan bagi saya. "Itu boleh dek dilakukan" jawabnya. ketika mendengar jawaban itu saya tidak melanjutkan pembicaraan, karena saya yakin hanya akan semakin ngawur.

Dengan adanya kebudayaan politik uang yang terjadi di daerah saya bahkan secara menyeluruh dimasyarakat madura, maka akan membuat biaya pencalonan untuk kepala desa menjadi mahal. Pada waktu malam pemilihan, dan saya ditugaskan untuk menjaga daerah saya dari "Penyusup Uang", saya melakukan hitung - hitungan mengenai biaya untuk seorang Cakades. Dari hitung - hitungan itu biaya minimal 450 juta rupiah. Angka itu dihitung mulai dari biaya pendaftaran minimal 40 jutaan, biaya sosialisasi yang mana kalau di madura 1 tahun sebelumnya sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat, lalu biaya sogok untuk tiap hak suara minimal 100 ribu X 1600 hak suara, dan biaya lain - lain. hitungan itu saya ambil dari daerah saya sendiri Daleman, Ganding, Sumenep.

Mahalnya biaya untuk menjadi seorang kepala Desa membuat masyarakat kecil yang bisa untuk menjalankan tugas dengan sebenarnya menjadi enggan. Dan bagi yang mencalonkan diri harus selingkuh dengan orang - orang yang saya anggap tidak akan pro kepada rakyat, seperti halnya Bajingan desa (Pencuri Desa, dan yang memegang kendali keamanan desa), pengusaha desa (tembakau) Dll. Bajingan Desa menjadi tim dalam mensosialisasikan kepada masyarakat, karena keamanan masyarakat sangat bergantung kepada mereka. dan pengusaha tembakau menjadi tim sukses karena modalnya. Hal ini membuat masyarakat terjepit dalam memilih, karena mereka tetap akan memilih kepada orang - orang yang tidak kompeten bahkan membahayakan kepada desa. Bahkan para tokoh masyarakat tidak mampu bertindak apa -apa mengenai hal tersebut. tidak ada upaya untuk mensosialisasikan mengenai cara masyarakat mimilih secara dewas, dan bagaimana mereka memilih pemimpin tidak baik. Mereka menjadi tunduk terhadap kekuasaan pengusaha dan bajingan.

Mungkin pembaca ada yang bertanya apa dampak ketika "Cakades" selingkuh dengan mereka (Pengusaha, bajingan). Dan mungkin juga ada yang sudah mengerti apa maksud dari tulisan ini. Namun, saya akan mencoba menjelaskan bagaimana hasil pemikiran saya mengenai dampak Perselingkuhan tersebut diatas.

Pertama: sudah menjadi Tradisi bahwa masyarakat di Madura bertani, khususnya bertani tembakau. dan disini, para pengusaha biasanya akan menggunakan pengaruh dari Kepala Desa untuk membeli tembakau. dan bahkan sudah hal biasa apabila seorang kepala desa menjadi pengusaha tembakau. dari hal ini, dengan pengaruh seorang kepala desa bisa membuat harga tembakau bermain. padahal jika melihat langsung ke Gudang resmi yang menjadi pembeli tidak demikian. dan dengan pengaruh seorang kepala desa atau bahasa maduranya "Klebun", ketika transaksi pembayaran kepada masyarakat bisa dipending. Dalam hal ini biasanya para pembeli berdalih Uang dari Gudang belum turun. Bahkan tidak jarang uang masyarakat yang menjual tembakaunya kepada mereka tidak dibayarkan berbulan - bulan bakan bartahun - tahun. memang tidak semua pembeli selingkuh dengan Kades, namun tidak sedikit peristiwa seperti diatas terjadi.

Kedua: dengan mahalnya biaya untuk menjadi Kades, sangat berpotensi untuk korupsi. hal itu terbukti dengan maraknya bantuan kepada masyarakat yang tidak tersampaikan. Seperti halnya bantuan beras untuk masyarakat miskin (Raskin), mandegnya pembangunan untuk desa dan bantuan - bantuan yang lain. Alasannya sederhana kenapa hal ini terjadi. Dampak dari mahalnya biaya menjadi Kades, tidak menutup kemungkinan kalau setelah menjadi kades banyak hutang. mengingat penghasilan yang murni dari kepala desa sangat tidak mungkin untuk menutupi hutang - hutangnya. dan pilihannya satu, korupsi, dan korupsi. baru bisa selesai.

Ketiga: bajingan adalah kunci dari keamanan masyarakat madura. dan budaya masyarakat madura ketika kehilangan seperti kendaraan dan ternak, maka mereka mengadukan kepada Kades. dan juga menjadi biasa para bajingan meminta tebusan melalui kades yang menaungi mereka, agar yang hilang bisa kembali. anehnya seorang kepala desa malah mengiakan permintaan dari bajingan itu, bukannya melaporkan kepada pihak yang berwajib. dan biasanya agar daerah itu aman, seorang bajingan yang paling berpengaruh akan mendapatkan posisi penting di stuktur aparat desa.

Dengan kedaan ini sudah saatnya masyarakat bangun dari tidur penjangnya. dan bagi kita yang paham keadaan ini, secepatnya melakukan pembenahan dan pendewasaan kepada masyarakat, terutama kepada semua tokoh yang disegani dimasyarakat.


Memang bukan perkara yang mudah untuk melaksanakan proyek panjang ini. perlu adanya inisiatif yang kuat untuk menciptakan pendewasaan kepada masyarakat. namun, apabila sosialisasi ini sudah dilaksanakan, maka sangatlah mungkin masyarakat kita akan menjadi masyarakat yang dewasa. Dan apabila masyarakat sudah dewasa, cita - cita untuk menciptakan masyarakat madani tidak akan hanya ada dalam pelajaran PPKN. akan tetapi akan taraplikasi kepada masyarakat kita.

Senin, 13 Mei 2013

PERLU ADANYA PERATURAN "SAMPAH"

             Dewasa ini begitu banyak peningkatan volume sampah yang tidak hanya dikota – kota besar, Kota – kota kecilpun mengalami hal yang sama. Sampah menjadi masalah serius yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Penyakit – penyakit ringan hingga penyakit yang mematikan timbul disebabkan oleh sampah. Bahkan tidak sedikit becana alam yang ditimbulkan akibat dari peningkatan sampah yang belum teratasi. Hal ini akan berkelanjutan sampai kapan? Sebuah pertanyaan yang belum terjawab.
            Problemnya terletak pada kesadaran masyarakat. Sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah sendiri hingga lembaga – lembaga yang menaungi para aktivis lingkungan tak mampu membuat masyarakat sadar. Masyarakat sudah terlalu meng"entengkan" terhadap bahaya dari sampah.
            Dengan keadaan yang sudah semakin memperihatinkan ini, sudah sepantasnya pemerintah membuat "perturan khusus" untuk mengatasi masalah sampah ini. Serta memberikan tindakan yang tegas terhadap pelaku yang mengentengkan sampah. Karena yang ditimbulkan bukan hanya membahayakan pada dirinya, akan tetapi berdampak pada banyak hal.
            Sedikit mencontek terhadap negara – negara yang tegas dalam menangani sampah, seperti seingapura yang menindak tegas dan aturannya jelas terhadap orang yang membuang sampah sembarang. Ataupun juga di italia yang membatasi penggunaan plastic.
            Perlu adanya sosialisasi yang lebih intens, dan menyediakan fasilitas atau sarana pendukung sebelum membuat peraturan tersebut, seperti tempat pembuangan, CCTV di sepanjang jalan. Memang hal ini bukan pekerjaan yang mudah untuk menerapkannya di Indonesia, yang mana masyarakatnya sudah akut dalam masalah ini, dan mengingat waktu dan biaya yang tidak sedikit. Namun, hal ini mungkin akan menjadi jawaban terhadap pertnyaan tentang solusi "sampah".
            Dengan diterapkannya hal tersebut sangatlah mungkin Indonesia untuk menjadi Negara bersih, jauh dari penyakit, dan juga jauh dari bencana. Dengan demikian predikat "Surga Dunia" kembali manjadi symbol untuk Indonesia. Amien.

Selasa, 30 April 2013

HARI INI ; IRONI


12-02-2013 di DPC GmnI


Sore menjelang malam sekitar jam 04.30 Wib aku pulang ke kontrakan. Kontrakan yang aku maksud bukan aku ngontrak sediri, tapi aku menempati kantor DPC Organisasiku, ya bisa dibilang numpang tidur gitu.
Pada waktu pulang aku bareng salah satu sahabatku di radio. Namanya Hasibuddin, tapi kalau lagi nyiarin nama udara dia itu "Udin", entah apa alasannya. Beda denganku, aku tetap menggunakan nama "Addarori", karena aku sangat bangga dengan nama asli dari Ortuku. Tapi akhir-akhir ini aku tambah nama "Tan" di depan Addarori dan menjadi "Tan Addarori". Aku terinsipirasi dari nama seorang tokoh yang katanya Komunis Indonesia dan menjadi Pahlawan yang terlupakan yaitu "Tan Malaka". Meskipun aku belum pernah membaca tulisannya atau buku-buku karangan dia yang asli, karena memang sulit aku bisa dibilang sangat mengidolakannya karena Aku memang sedikit membaca literatur-literatur tentang beliau dan juga hasil informasi dari senior-seniorku dan juga orang-orang ketika share bersama. Yang aku ingat pendapat Tan Malaka salah satunya mengenai sistem "Demokrasi" di Indonesia yaitu "Kebenaran = X 400". Artinya, Kebenaran X 400 = Benar, Kesalahan X 400 = Benar, Kebohongan X 400 = Benar, dan hal – hal yang dikalikan 400 yang lain maka hasilnya akan "Benar" atau lebih tepatnya "Pembenaran". Itulah sistem demokrasi yang salah dan kata beberapa seniorku di Organisasi katanya tidak sama dengan konsep yang diajarkan oleh Soekarno.
Jam 05.00 kurang lebih aku tiba di tempatku (DPC). Santai sejenak dan setelah itu aku membasuh beras untuk dimasak. Kira – kira "Membasuh beras" bahasanya benar atau tidak ya? Entahlah. Lalu akupun memenuhi panggilan Allah yang Insya Allah, Allah sepertinya marah padaku, karena aku sedang melakukan PDKT "Pendekatan" padanya. Namun, aku telat menyapa – Nya disore hari (Shalat Ashar) bahkan sampai mepet Maghrib.
Selesai shalat ashar auku kembali kedepan TV karena memang dari tadi aku sebelum shalat sudah nyalain TV. Namun, aku sedikit kesal karena kilometer listrik dikantorku selalu nyeglek (Mati sendiri bukan Padam), padahal aku lagi asik menonton senetron kesukaanku Di RCTI yang mana pemerannya itu Cristian Sogiono dan juga Alysa Sobandono. Judul senetronnya "Yang Muda Yang bercinta". Beberapakali aku bolak – balik ke kilometer. Dan ternyata pemyebab dari semua ini adalah sifat "Tamak" ku. Bagaimana tidak mau dikatakan tamak, wong kekuatan kilometernya 450 Watt, sedangkan aku menyalakan semua lampu, TV, serta Magic Com untuk memasak nasi secara bersamaan. Makanya, kilometernya tidak kuat. Akhirnya aku matikan semua lampu, karena aku memang tidak bisa meninggalkan senetron favoritku itu, dan disisi lain menunggu nasi masak. Temen – temenku banyak yang bilang aku kayak ibu – ibu alay, karena aku suka nonton senetron itu.
Aroma nasi menunjukkan tanda sudah matang dan siap untuk disantap. Akupun cepat – cepat mencabut stop kontak yang untuk magic comitu serta segera menyalakan semua lampu – lampu. Setelah itu bertepatan dengan Sponsor di senetron itu aku keluar berangkat membeli 2 butir telur. Oh.. ternyata..!! telur sekarang di sekitar tempatku naik. Ya untuk ukuran kantongku cukup meregoh kocek agak dalam. Apakah hal ii disebabkan oleh kelangkaan Solar? Sehingga semua pendistribusian barang termasuk pendistribusian pakan ternak sulit, sehingga pakan ternak menjadi sulit dicari oleh para peternak telur untuk membeli. Bahkan bahan pokok yang lainpun menjadi sulit pendistribusiannya. Dan akibatnya, barang – barang harganya menjadi naik termasuk pakan ternak tadi, dan telurpun ikutan naik. Bahkan ketika aku mau membeli Mie yang biasa aku beli harganya naik kurang – lebih 25%.
Memang menurut konsep Ekonomi, semakin langka barang kebutuhan semakin tinggi harganya dan kebutuhan terhadap barang tersebut semakin meningkat. Apa memang Pemerintah ingin menciptakan sistem yang membuat masyarakat ketergantungan? Karena semua kendaran untuk muatan yang 80% menggunakan solar. Atau memang pedagang yang ingin keuntungan lebih? Entahlah, tapi itu sepertinya tidak mungkin. Karena apabila pedagang menaikan harga, pembeli menjadi enggan untuk membeli. Dan apabila pedagang ingin keuntungan lebih tidak mungkin naiknya secara serentak.
Setelah itu akupun menggoreng 1 butir telur untuk makan malam, dan yang 1 lagi aku sediakan untuk besok pagi. Seandainya bisa, aku masak separo butir untuk makan malam ini agar lebih irit mengingat harganya cuup mahal.
Dan dari sini aku disadarkan, ternyata untuk menjadi Anak Ummi itu cukup sulit. Terbiasa hidup dengan Aba dan Ummi di rumah dan tidak terbiasa masak serta mencuci baju sendiri merasakan sulitnya Ummi ketika melakukan aktivitas sepertiku, apalgi ketika aku dirumah. Yang pasti akan menambah pekerjaan beliau dengan tambahan porsi perut dan pakaianku selain aktivitas lain dirumah. Benar memang bagiku kalau surge ada di telapak kaki Ummi, karena melihat dari pengorbanan beliau maskipun hal itu hanya gambaran kecil dari peran Ummi yang sebenarnya lebih besar, apalagi saat melahirkan. Dan menjadi sebuah kaharusan bagiku untuk memberikan sedikit senyum pada ummi, karena mengganti jasanya adalah hal yang mustahil bagiku.
Tibalah pada sesi makan. Aku disini makan sendirian, dan kali ini aku merasakan sesuatu yang kurang, kareana aku terbiasa makan bersama keluarga ketika dirumah meskipun aku sebenarnya sudah dari semester I yang hidup tanpa ortu di Pamekasan. Aku makan setelah selesai shalat maghrib karena berusaha untuk tidak telat lagi. Dan senetron yang aku tonton sedari tadi sudah selesai / Bersambung. Setelah itu aku mengganti chanel ke acara Pesbukers dan juga Hitam Putih. Aku menilai kalau Pesbukers untuk dijadikan Hiburan, sedangkan Hitam Putih untuk dijadikan sebagai salah satu bahan pelajaran atau inspirasi.
Dan Adzan isya'pun berkumandang, sedangkan aku masih nyaman di depan TV. Selang beberapa telfonku berbunyi. Setelah diangkat ternyata adekku Nofil yang menelfonku untuk memberitahu bahwa dia dan nom Ilyas ada di arek lancor. Dan mereka nanya tempat tinggalku disini karean mau mampir. Dan aku memberitahu alamatku di Jl.Segara No.81 deket SMP4 Pamekasan. Namun, mereka tidak mengerti. Dan akupun memberikan alamat yang menurutku lebih mudah dimengerti, yaitu Gaden ke selatan dan saya akan tunggu dipinggir jalan. Merekapun mengiyakan tanda bahwa mereka paham katanya. Aku percaya kalau mereka paham, Karen memang lebih mudah untuk mencari alamat yang terakhir aku kasikan tadi menurutku.
Bergegas tak menunggu lama aku berangkat ketempat di depan SMP4 untuk menunggu mereka dating. Namun, sekitar 20 menit aku menunggu mereka, tapi mereka tidak kunjung datang. Sms dan Telfonku gak direspon. Akhirnya selang beberapa menit kemudian, akhirnya telfonku diangkat. Dan mereka memberitahuku bahwa ada di depan Indophone yang ada di Pareteker. Ternyata mereka salah jalan karena bukan gaden yang mereka lewati. Aku menyuruh ke selatan Indophone masuk ke Gang yang kebarat, dan aku berlari menuju ke mereka. Lagi – lagi mereka salah jalan. Kali ini mereka masuk ke Gang yang ketempatku. Aku suruh mereka kembali kedepan indophone saja biar gak tambah tersesat.
Akhirnya aku bertemu dengan mereka tepat ketika mereka keluar dari Gang yang menyesatkan itu. Kamipun bersama – sama ke tempatku.
Aku menilai halnya hal ini menjadi pelajaran hidup. Dimana setiap orang jika ingin menggapai sesuatu itu harus mempunyai ilmunya bagaimana agar kita bisa menggapai hal tersebut. Karena, apabila kita tidak mempunyai ilmu untuk menggapai yang kita inginkan atau kita cita – citakan dan menggunakan teori “sok tau” kemungkinan untuk sesat sangatlah besar. Jadi, agar tidak sesat maka kita harus mengetahui ilmunya. Dan kalimat “Iqra”  sangatlah benar jika kita ingin mencari ilmu yang ingin kita gapai.
Sampai sudah ditempatku, dan mereka mengatakan kalimat lapar padaku. Dan aku antar nom Ilyas untuk membeli 2 bungkus nasi untuk dia dan Nofil, karena aku memang baru selesai makan. Aku dan nom Ilyas juga membeli 3 sachet kopi untuk dibuat nyantai. Merekapun makan dan aku menyiapkan kopi untuk kita semua. Dan setelah itu beberapa menit kami berbincang – bincang kesana kemari.
20.22 Wib jam di Hpku terlihat, dan mereka pamit untuk pulang. Aku mengantarkan mereka ke depan pintu. Setelah itu uku menonton TV lagi, dan acara yang aku tonton kali ini OVJ. Selang beberapa menit aku membaca literatur tentang pendidikan. Dan kebetulan bab yang aku baca Bab Pengantar juga Bab I, disitu dijelaskan sejarah pendidikan.
Memang yang saya baca masih seputar Mesir Purba dan India Purba. Namun, pikiranku sedikit timbul pertanyaan mengenai carut – marut pendidikan Indonesia saat ini, apalagi mengenai UN tahun ini. Apakah ada yang salah dengan sejarah pendidikan? Sepetinya sejarah pendidikan tidak seburuk dengan apa yang terjadi saat ini, malah bisa dikatakan sangatlah baik pendidikan tempo dulu.
Beberapa sejarah pendidikan menjelaskan bahwa sistem pendidikan pada sejarah selali memberikan pendidikan sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan juga latar belakang. Bukan malah diberikan Standard Nasional seperti yang ada di Indonesia dengan UN yang dibuat oleh menteri pendidikan dan kebudayaan (MENDIKBUD).
Memang, tidaklah sempurna sistem pendidikan jika harus melihat latar belakang karena dalam UU di Indonesia pendidikan itu harus bisa dinikmati oleh semua Masyarakat yang ada di Negara ini. Namun bukan hal ini yang harus kita jadikan cermin dari sejarah itu. Tapi, standard yang dibuat itu yang harus dijadikan sebuah pelajaran. Karena, tidaklah sama metode, kualitas dan kemampuan perdaerah, bahkan perlembaga. Lalu, kenapa ujiannya harus dibuat dari produk yang katanya standard yang sama? Belum lagi kegalan – kegalan lain dalam proses penyelenggaraan yang lain yang tidak aku sebutkan semua. Mungkin lebih baiknya dari pada uang 200 M  yang katanya untuk anggaran di Jawa Timur saja untuk anggaran UN, aku lebih seutuju kalau dana tersebut dialokasikan pada penyetaraan lembaga saja. Misalnya peningkatan Fasilitas, dan Tenaga dan bahkan kalau perlu dibuatlah standard nasional agar lebih baik. Karena menurutku, pendidikan yang kulitasnya baik sangatlah tidak merata. Mengacu pada UU tentang semua warga negara harus mendapatkan hak pendidikan yang sama, maka bukan hanya sekedar pendidikan saja yang harus warga negara cicipi secara merata. Tapi, dengan  kualitasnyapun harus merata.
Beberapa Media akhir – akhir ini selalu menyajikan Headline News mengenai kegagalan UN. Bahkan, tidak sedikit beberapa siswa di Indonesia Stres gara – gara UN. Bagaimana tidak, siswa akan menghadapi “Ujian” Nasional, yang katanya Stand Up Comedy “Ujian = Cobaan, ya streslah. Ujian/cobaan datang dari Tuhan dan diturunkan kepada Orang – orang yang dianggap mampu untuk menghadapi dan menerimanya. Nah, ujian di sini dibuat oleh negara yang notabene bukan Tuhan malah lebih sulit dari pada Ujiannya Tuhan. Tuhan tidak memberikan standard kepada manusia, lalu kenpa negara berani? Mungkin itu hanya Candaan dari Stand Up Comedy, namun dari candaan itu mungkin kita dapat pelajaran. Dan makanya setelah kita lihat bersama, yang menjawab ujian tersebut bukanlah murid, melainkan pihak lembaga dan guru.
Setujulah kiranya jika sistem pendidikan di Indonesia perlu diganti. Karena dengan sistem yang ada saat ini Guru kehilangan satu peran penting, yaitu peran sebagai pendidik. Karena guru mempunyai Dwi fungsi besar disamping fungsi – fungsi yang lain, yakni Mengajar dan Mendidik. Benar apa yang ada dalam Blognya yang tulisannya itu diterbitkan menjadi buku dengan judul “Pendidikan Dalam Himpitan Goggle dan Bimbel” bahwa dengan sistem pendidikan yang ada saat ini murid menjadi “Prakmatis”. Ya karena, sistem yang menurutku salah para anak didik belajar hanya karena menginginkan Nilai yang bagus, Lulus UN dan PT, Dll. Namun, mereka mengesampingkan Implikasi dari ilmu yang mereka dapatkan, sehingga mereka memilih jalus yang praktis dan dianggap cepat, tepat untuk menghadapi yang kata mereka sebuah “Problem”.
Semoga semua ini menjadi sebuah pembelajaran untuk kita bagaimana kita untuk membenahi hal – hal yang kurang benar. Karena begitu banyak yang perlu adanya pembenahan saat ini.
Mataku cukup lelah sedaro tadi membaca buku. Dan, kini buku itu aku tutup kembali berharap semoga menjadi mendapatkan pelajaran positif dari semua yang aku baca dan pelajari. Sambil santai ditemani beberapa acara televisi aku mencoba tuangkan semua yang ada di kepalaku pada oretan – oretan kecil ini. Aku sadar, anak Ummi belum mampu menulis dengan baik. Dan tulisan anak Ummi sepertinya ngalor – ngidul tanpa arah. Namun, semoga mendapatkan hal yang positif tulisan ini.
Tubuh anak Ummi sudah lelah, mulai dari mata, tangan dan semuanya sudah kaku untuk beraktivitas dan anak ummi menyudahinya. Lalu aku menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu’ karena mau shalat isya’. Lalu setelah shalat, akupun berharap mata ini cepat tertutup agar esok hari bisa menyambut hari dengan keadaan sehat, dan juga bisa menjalani hari dengan baik dan positif. Amien ya Rabb..!