Pages

Rabu, 03 Februari 2016

Apresiasi Khusus Untuk Pemprov Jatim Terkait GAFATAR.

Besarnya pemberitaan tentang Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang mengarah kepada opini 'sesat' untuk organisasi tersebut semakin tidak terbendung. Sayangnya, berita besar ini sama halnya dengan kasus 'Iron Man' dari Bali. Yakni, tidak ada kajian akademik dari para pemburu berita.

Organisasi dianggap sesat apabila sudah ada track record kegiatan yang memang dianggap sesat. Sedangkan, pemberitaan sesat dari daftar justru berkutat pada berita orang hilang. Bukan pada kegiatan yang selama ini di lakukan oleh kaum Gafatar.

Gafatar, setelah saya mengkroscek ke beberapa narasumber, merupakan ormas biasa yang mempunyai misi ketahanan pangan nasional. Sejalan dengan cita cita presiden Jokowi. Kalaupun ada kegiatan yang melenceng, itu hanya pekerjaan oknum (yang sengaja dibuat melenceng). Saya menganalogikan sederhana, mereka sama seperti umat islam yang tidak sholat, atau umat kristiani yang tidak mau mengakui yesus. Islam dan kristen, adalah agama yang 'benar' (benar tanda kutip), yang mana umatnya berprilaku macam macam.

Apa salahnya, anak bangsa yang peduli terhadap pangan negara, mau berbuat sesuatu untuk menciptakan ketahanan pangan, dan sukses? Sementara, pemerintah sendiri hanya berkutat pada tingkatan minhajj al fiqr (meminjam bahasa kawan PMII dan NU).

Apresiasi besar kepada pemprov jatim, yang mana, Baik Ir. Soekarwo dan Gus Ipul sepakat untuk tidak memberikan sangsi kepada PNS yang ikut Gafatar. Kecuali, dalam aturan PNS yang mana jika PNS selama 46 hari tidak bekerja maka akan mendapat sangsi. Ingat! Sangsi ini diberlakukan untuk Siapa saja yang tidak finger selama 46 hari. Bukan karena Gafatar.

Sikap ini sejalan dengan MUI yang sampai saat ini masih belum mengharamkan kegiatan Gafatar. Bahkan, sebagian orang memprediksi Gafatar tidak akan terkena label Haram MUI.

Sayangnya, sikap pemerintah provinsi jawa timur ini sepertinya kurang nilai jualnya untuk media. Justru, ketika saya men search link berita tentang pernyataan resmi Gubernur dan wakilnya, saya hanya mendapati sebagian saja. Yang keluar, justru pemkot surabaya yang bertaburan.

Sikap tidak adil media di Indonesia, lagi lagi harus memakan banyak korban. Karena kurang kajian, masyarakat harus membenci ormas yang masih tidak ditemukan titik kesalahannya. Saya berpikir, kasus ini, anggota ormas ini, akan sama nasibnya dengan PKI. Anak anak mereka, akan 'terlempar' dari saudaranya.

Logikanya sederhana, Gafatar ini merupakan Ormas yang terdaftar secara resmi ke pemerintah. Visi dan Misi jelas, AD/ART jelas. Kalau seandainya memang sesat, seharusnya pemerintah kan sudah dari awal tidak menerbitkan SK ormas melalui menkumham.

Dan, media sampai detik ini tidak berani menelusuri atau membuka informasi siapa penasehat yang terdaftar di menkumham (ini kode saya). Lagi lagi, mereka hanya berkutat pada soal orang hilang.

Pemerintah pusat pun, sepertinya tidak mempunyai solusi yang jelas melalui Mensos (atau memang sengaja tidak jelas?). Bahkan, KONTRAS dengan tegas mengatakan sikap Mensos justru dengan secara tidak langsung mengusir mereka.

Oleh sebab itu, sebaiknya media dan pemerintah jangan membuat opini yang berlebihan jika belum melalui tahapan akademik. Karena, terbangunnya opini 'Liar' ditengah masyarakat justru akan menciptakan suasana yang tidak kondusif untuk negara. Sebaiknya, melihat sesuatu janganlah selalu dibuat gaduh.

Kadang saya berpikir, di Indonesia ini, prinsipnya adalah 'Gaduh Dulu, Baru di Kaji'. Wallahua'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar