Oleh: Tan Addarori 04-06-2013
Dewasa
ini dengan segala kemajuan Teknologi dan Informasi (TI) berdampak pula pada
kemajuan dunia intertaiment. Memang untuk menjadi artis bisa dibilang gampang
gampang susah. Namun, dengan fasilitas kemudahan teknologi, menjadi lebih mudah
pula untuk menjadi terkenal atau bahkan menjadi artis.
Namun
dari kemudahan itum para pelaku entertaint atau media yang menjadi peng-ekposem
sedikit kurang menfilter. Mereka cendrung hanya melihat bagaimana mangsa pasar
tanpa melihat dampak dari sajian mereka, terutama kepada anak-anak. Karena,
yang komsumen mereka juga tidak luput dari anak-anak.
Pada
awal tahun 2000an, tidak sedikit dan tidak sulit untuk menjumpai lagu-lagu,
film, ataupun senetron anak-anak. Sehingga anak-anak tetap pada eksistensinya
sebagai anak anak.
Senetron
si Doel, Pernikahan Dini, atau Petualangan Sherina, lagu anak dan lagu
pendidikan dan yang lain menjadi sajian utama. Dari semua sajian itu banyak
mengandung Pesan-pesan moral kepada pemirsa yang menikmatinya. Sehingga para
ibu-ibu pada waktu itu tidak segan untuk memberikan contoh-contoh teladan
seperti para artis yang memerankan tokoh senetron atau film, serta tak sungkan
untuk menyanyikan lagu-lagu anak kepada anaknya.
Bergeser
dari awal 2000an ke beberapa tahun belakangan ini, tayangan-tayangan seperti
yang penulis jelaskan diatas menjadi berkurang dan terus berkurang dan mungkin
tidak ter-Update lagi. Dari sajian-sajian yang penuh pesan moral berubah
menjadi sajian “Hanya” sebagai hiburan saja.
Dan
yang sangat memperihatinkan adalah, ketika para media-media sekarang sedikit
sekali memberikan tayangan yang pas untuk anak-anak. Banyak tayangan yang kata
mereka disajikan untuk anak-anak akan tetapi pada realitasnya tidak layak
dikonsumsi untuk anak-anak. Pun demikian, banyak artis anak-anak yang menjadi
idola baru dikancah hiburan yang tidak dalam peran semestinya, yaitu
“Anak-anak”. Sepertinya ketika berperan dalam Film, senetron ataupun hiburan
yang lainnya matoritas mereka diberikan peran yang tidak layak. Mereka
dipaksakan berperan sebagai remaja bahkan mendekati dewasa. Atau anak-anak yang
berprofesi sebagai penyanyi, mereka menjadi tidak tau umur karena mereka juga
dipaksakan untuk bernyanyi yang bukan untuk seumuran mereka.
Anak-anak
yang hidup pada masa-masa sekarang akan selalu disajikan dengan lagu, film,
senetron dll yang bukan untuk konsumsinya. Bondan, Tasya, Joshua, Sherina, dan
yang lain dahulu selalu menjadi penghias dilayar kaca pemirsa dengan lagu-lagu
nuansa anak-anak. Dan pada waktu itu mereka juga masih sebagai anak-anak.
Sekarang mereka sudah menjadi dewasa, dan lagu-lagu yang mereka bawakan sudah
bukan untuk anak-anak lagi. Namun sayangnya tidak ada yang menjadi penerus dari
mereka.
Tidak
sedikit artis cilik yang menjadi idola saat ini. Mungkin kita sudah tidak asing
lagi dengan Boy Bang Coboy Junior, ataupun pengamen yang mendadak buming yaitu
Tegar. Namun sayang, mereka dikenal bukan karena lagu anak-anak, akan tetapi
lagu yang mereka bawakan adalah lagu-lagu untuk remaja ataupun dewasa. Bukan
hanya mereka, tetapi banyak artis cilik yang dipaksakan untuk menjadi lebih tua
dari umur mereka. Bukan hanya dari lagu-lagu mereka, juga ketika menjadi peran
dalam film ataupun senetron mereka juga menjadi bukan anak-anak lagi.
Sekali
lagi, sajian-sajian saat ini hanya melihat mangsa pasar saja. Oleh sebab itu
sajian-sajian baik yang berupa film, lagu, senetron atau yang lain sudah
mengikuti aliran Alay-isme. Dan tema-tema dari semua itu rata-rata hanya
berputar-putar mengenai romantisme saja yang sedikit sekali nilai-nilai yang
tergantung didalamnya. Dan yang paling miris ketika anak-anak harus menikmati
hiburan yang begitu vulgar. Seperti lagu dan juga film.
Dari
semua ini dampak yang ditimbulkan sangatlah besar, terutama dampak terhadap
psikologi anak-anak. Anak yang seharusnya eksis menjadi anak berubah menjadi
anak yang psikologinya melampau usianya. Anak-anak SD sudah tidak sungkan lagi
untuk berbicara tentang tema untuk Dewasa, ataupun menggunakan Istilah-istilah,
dan lagu-lagu dewasa. bahkan, penampilan mereka juga menirukan gaya orang
dewasa. dan akibat terburuknya tidak sedikit anak-anak yang terlibat dalam
tindak kriminal yang disebabkan dari dampak diatas baik secara langsung ataupun
tidak.
Mungkin
dengan keadaan yang cukup memprihatinkan, sudah selayaknya kita memberikan
batasan-batasan dan pengawasan yang ketat terhadap semua ini. Dan juga kepada
orang tua yang paling bertanggung jawab untuk lebih mengawasi hal ini agar anak
tidak menjadi “Dewasa Dini”. Atau yang penulis istilahkan meng-anakkan anak
(Memposisikan anak dengan semestinya) sehingga menjadi Generasi atau
Kader-kader bangsa Indonesia yang berkualitas dimasa depan. Masa depan
bangsa Indonesia tergantung dari kualitas generasi muda saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar